Pages

Friday, June 20, 2014

#Edisi Merajuk

Saya sih bukan orang yang cengeng, tapi ibu bilang, saya paling suka merajuk. Prilaku standar yang saya lakukan saat saya merajuk adalah masuk kamar, berdiam diri dan tidak makan. Entah ya, ini bawaan lahir atau keturunan (?) yang ketika saya marah katakanlah merajuk, maka saya akan mogok makan. 
Ayah saya dulu sering sekali bilang, "Untuk apa suka sekali menyakiti diri sendiri?". Padahal hemat saya, lebih baik menyakiti diri sendiri daripada menyakiti orang lain, bukan?

Saya, kalau sudah ingin sesuatu, mau tidak mau harus dipenuhi. Ayah saya dulu sering berujar, "Memanglah, anak gadis ayah yang satu ini, kalau udah maunya,
ga bisa ditunda. Harus saat itu juga dipenuhi". Saya pribadi, sadar betul apa yang saya mau. Jika memang apa yang saya inginkan terlalu berlebihan, maka saya akan memendamnya dalama hati. Beda halnya jika apa yang saya inginkan, menurut saya, adalah bagian dari hak yang seharusnya saya dapatkan. 

Contohnya semisal dulu waktu SMP, kami mengadakan perpisahan di danau toba. Itu adalah momen terakhir saya berkumpul bersama teman-teman saya, sayangnya saat itu Ayah tidak mengizinkan. Alasan klasik: takut terjadi apa-apa di jalan. -__-
Sebenarnya saya sangat menghargai apa yang dikatakan ayah saya, namun di lain pihak, saya merasa mengapa saya dilarang-larang pergi sementara abang saya pergi kemanapun dibebaskan begitu saja? Maka, tepat ketika ayah saya menyatakan menolak menandatangani surat izin orangtua. Saya seperti adegan di sinetron-sinetron. Mencampakkan pena dan surat izinnya, masuk ke kamar, setelah sebelumnya, tentunya, diikuti dengan membanting pintu kamar dengan sekuat tenaga, lalu merebahkan badan di kasur sambil menangis. Saya tidak pernah mengunci kamar jika marah, artinya: saya memberi kesempatan pada ibu atau ayah untuk sekedar membujuk atau meminta maaf. Degil bukan?. *silakan jitak saya*. Tenang, saya kalau marah tidak pernah ngomel-ngomel. Kalau saya ngomel, artinya saya tidak marah. Justru marah paling klimaks bagi saya adalah diam seribu bahasa. Saya mulai diam saja di kamar, tidak keluar kamar kecuali ke kamar mandi atau sholat. Anehnya, saya tahan tidak makan satu harian. Aseeem!

Ini adalah kegiatan yang melumpuhkan logika ayah saya. Dan ibu adalah satu-satunya wanita yang paham betul apa yang harus ia lakukan dalam keadaan seperti ini. Ia akan dengan baik hati membawa makanan dan mulai membujuk serta menyampaikan kalau keinginan saya bisa terpenuhi. Eureka... :D mari kita rayakan bersama.

Saya tidak tahu mengapa merajuk adalah jalan yang saya tempuh jika memang diskusi tidak lagi menjadi solusi, maka sebagai menifestasi ketidaksetujuan/ketidaksepakatan atas sesuatu atau jalan yang harus saya lakukan agar ibu saya (seringnya) menyetujui segala tindakan yang menurut saya benar. Bahkan ketika saya hendak pergi ke Tanah Gandhi ini, saya sempat melakukan hal seperti yang saya jelaskan di atas. -___-
Jujur saja sih, melakukan hal itu menyiksa sekali. apalagi sampai tidak makan. Tapi sepertinya ada kekuatan yang datangnya entah darimana, mampu mengontrol itu semua. *adukh saya mulai pusing*

Nah, saya juga pernah, melakukan hal ini di sekolah. haha.. 
Kebetulan saya merasa sakit hati terhadap suatu keputusan, saya akan duduk diam sambil menundukkan kepala. Jika memang tangis tidak bisa tertahankan, saya akan buru-buru lari ke kamar mandi dan mengunci diri di dalam. *ngeek* princess story banget sih Mar! 
Teman saya yang sudah paham, biasanya langsung mengejar, lalu mengajak saya bercerita: saya di dalam kamar mandi, ia di luar di depan pintu kamar mandi.

Teman : "Mar, ngapain di dalam? Awas loh, ntar kemasukan jin. Di kamar mandi banyak jinnya."
Saya : (dalam hati: emang saya peduli?)
Teman: "Mar,, mariyam kenapa? Ga setuju sama keputusan tadi?"
Saya : (nangis makin kenceng. isak doang sih)
Teman : "Tadi kan posisinya, begini...bla..bla..bla.. " (teman saya mencoba merasionalisasi dan memberikan alasan-alasan yang masuk akal)
Saya : -diam-hening-
Teman: "Ya udah, keluar yuk. Kita beli makanan. Emang ga laper? Aku laper nih.. Ayoklah Mar, keluar ya."
Saya: -diam-
Teman: "Mar, baik2 ajakan di dalam? ga pingsankan? Sudahlah. Jangan nyiksa diri di dalam kamar mandi. Malu ah sama umur, ini udah banyak orang yang ngantri kamar mandi" (padahal ga ada)
Saya: "Siapa aja disitu?"
Teman: "Ada si ini, si itu, si anu, si ani dll"
Saya: "Suruh mereka pergi dulu. Terus kalau mariyam keluar nanti jangan di ketawain"
Teman: "hhmmmpphh (nahan tawa). Hush-hush (nada ngusir) Iya2.. udah pergi mereka"

Maka saya pun keluar dengan mata agak bengkak disambut senyum renyah teman saya. Saya tahu sekali sebenarnya teman saya sedang berusaha menahan tawa dengan sangat. Mudah sekali membujuk anak ini, mungkin pikirnya dalam hati.
Padahal, saya sebenarnya saat itu sedang meluapkan amarah. Sebab kalau ditahan-tahan, sakitnya di leher dan tenggorokan yang tercekat, bisa sangat luar biasa.

Saya sebenarnya saat merajuk, cukup simple saja untuk meredakannya. Datangi dan bujuk. Haha, maka saya akan luluh. Saya bingung, itu penyakit jenis apa ya? Bisa tolong carikan obatnya? :D

No comments: